Lebih dari merayakan ulangtahun kelahiran, lebih dari
menyambut kedatangan seorang bayi yg lahir kedunia, lebih dari mendapatkan
undian milyaran rupiah, lebih dari apapun yg orang-orang anggap begitu
membahagiakan, begitulah jiwaku, meletup-letup dan begitu bergejolak. Kau
terima permintaan pertemananku di Path hari
itu, di hari ulang tahunmu. Kau yang berulangtahun, tapi aku yang dapatkan
hadiah. Melompat kesana kemari, senyum dan senandung merayakan kebahagiaan ini.
Sudah lama aku merindukan berkomunikasi denganmu, sudah begitu banyak
percakapan tentangmu yang kulakukan dengan Tuhan ditiap-tiap malam, sudah tak
terkira lagi kunjunganku di semua media sosialmu.
Entah kekuatan darimana yang mendorongku untuk mengirim
permintaan pertemanan di Path malam
itu. Taukah kau, aku begitu takut, setelah beberapa waktu lalu, undangan BBM ku
yg berulangkali kukirimkan tak pernah kau terima, setelah beberapa waktu lalu
aku selalu coba ajak kau berbincang tapi kau abaikan.
Entah angin apa pula yang menggerakkanmu mau menerima
permintaan pertemanan dariku. Tapi ini tak kuambil pusing. Seketika saat itu
juga kukirimkan pesan melalui Path,
“Selamat ulangtahun bang”. Aih, hatiku mungkin sudah dipenuhi ketakutan. Begitu
menggunung kata-kata dan doa-doa dalam pikiranku tapi sesingkat itu saja yang
berani kusampaikan.
Sebelum kau terima pertemanan di Path, sebelum kita bercakap di media sosial ini, aku sebenarnya
sudah kirimkan ucapan selamat padamu melalui twitter. Tepat di penghujung malam
21, tepat di pergantian hari menuju 22 . Entahlah. Aku begitu antusias akan
hari lahirmu.
Kau balas pesan dariku. Sesuatu yang sudah diluar
ekspektasiku. Karena, cukup bagiku kau baca ucapan selamatku. Itu saja sudah
membuatku senang tiada kepalang. Apalagi kau membalasnya, really makes me feel
like in the 7th heaven.
Hari itu, hari ulangtahunmu, menjadi hari yang begitu
membekas bagiku. Karena akhirnya kuluapkan segala hal yang menjadi
kegelisahanku selama hampir 2 tahun, sejak februari 2014 lalu. Tiada lagi yang
tidak kau tahu. Kau tahu aku begitu menginginkanmu, kau tahu kau adalah
perbincangan yg paling mengasyikan yang kulakukan dengan Tuhan, kau tahu aku
pengunjung setia sosial mediamu, kau tahu aku masih mengharapkanmu sampai saat
ini, tak berkurang sedikitpun. Kau pun heran dengan apa yang kualami, dan
bertanya bagaimana bisa, apakah perasaan itu masih ada?. Jangankan kau, aku
sendiri pemilik perasaan ini, masih belum bisa pahami. Andai aku tahu kenapa,
andai aku bisa mencegah dan andai aku bisa hilangkan semua perasaan ini, pasti
kulakukan. Semua ini diluar kendaliku. Rasa suka ini masih sama besar, tebal,
pekatnya atau apapun itu. Tiada yang bisa kurubah dari perasaan ini.
Dipercakapan itu,
Kau berterimakasih atas semua perasaan dan kejujuranku. -- Untuk
apa? Perasaan dan kejujuran ini tak ada untungnya sedikitpun untukmu.
Kau katakan kau belum dapat mengatakan iya atau tidak saat
ini. -- Ini hanya bentuk ketidakenakanmu saja kan (?).
Kau tanyakan aku masih sendirikah? -- Kau kira aku main-main. Aku tidak mungkin
bersama oranglain kalau perasaan ini masih kau tuannya.
Kau bilang, kalau tidak cepat move-on bagaimana mau dapat jodoh?. -- Santun sekali caramu mengusir. Kau tidak
menginginkan aku, kau mengharapkan oranglainlah yang bersamaku.
Sejak percakapan ini, aku sering bergeming. Hancur rasanya. Iya, aku sudah hancur dari
dulu. Tapi ini, semakin. Aku tidak butuh obat atau pil. Aku sudah merasa
dipenuhi obat-obatan. Rasa sakitnya luar biasa___
0 komentar:
Posting Komentar