Mengapa saya menulis? Karena usia saya singkat tapi banyak yang harus diucapkan. Mengapa saya menulis? Karena saya tidak abadi tapi cerita saya imortal. Mengapa saya menulis? Karena hidup lekang sementara imajinas seluas alam semesta. Mengapa saya menulis? Karena saya tidak punya sayap sementara komitmen seni dapat mengantar saya terbang ke langit ketujuh -- Clara Ng

Lebih dari merayakan ulangtahun kelahiran, lebih dari menyambut kedatangan seorang bayi yg lahir kedunia, lebih dari mendapatkan undian milyaran rupiah, lebih dari apapun yg orang-orang anggap begitu membahagiakan, begitulah jiwaku, meletup-letup dan begitu bergejolak. Kau terima permintaan pertemananku di Path hari itu, di hari ulang tahunmu. Kau yang berulangtahun, tapi aku yang dapatkan hadiah. Melompat kesana kemari, senyum dan senandung merayakan kebahagiaan ini. Sudah lama aku merindukan berkomunikasi denganmu, sudah begitu banyak percakapan tentangmu yang kulakukan dengan Tuhan ditiap-tiap malam, sudah tak terkira lagi kunjunganku di semua media sosialmu.

Entah kekuatan darimana yang mendorongku untuk mengirim permintaan pertemanan di Path malam itu. Taukah kau, aku begitu takut, setelah beberapa waktu lalu, undangan BBM ku yg berulangkali kukirimkan tak pernah kau terima, setelah beberapa waktu lalu aku selalu coba ajak kau berbincang tapi kau abaikan.

Entah angin apa pula yang menggerakkanmu mau menerima permintaan pertemanan dariku. Tapi ini tak kuambil pusing. Seketika saat itu juga kukirimkan pesan melalui Path, “Selamat ulangtahun bang”. Aih, hatiku mungkin sudah dipenuhi ketakutan. Begitu menggunung kata-kata dan doa-doa dalam pikiranku tapi sesingkat itu saja yang berani kusampaikan.

Sebelum kau terima pertemanan di Path, sebelum kita bercakap di media sosial ini, aku sebenarnya sudah kirimkan ucapan selamat padamu melalui twitter. Tepat di penghujung malam 21, tepat di pergantian hari menuju 22 . Entahlah. Aku begitu antusias akan hari lahirmu.

Kau balas pesan dariku. Sesuatu yang sudah diluar ekspektasiku. Karena, cukup bagiku kau baca ucapan selamatku. Itu saja sudah membuatku senang tiada kepalang. Apalagi kau membalasnya, really makes me feel like in the 7th heaven.

Hari itu, hari ulangtahunmu, menjadi hari yang begitu membekas bagiku. Karena akhirnya kuluapkan segala hal yang menjadi kegelisahanku selama hampir 2 tahun, sejak februari 2014 lalu. Tiada lagi yang tidak kau tahu. Kau tahu aku begitu menginginkanmu, kau tahu kau adalah perbincangan yg paling mengasyikan yang kulakukan dengan Tuhan, kau tahu aku pengunjung setia sosial mediamu, kau tahu aku masih mengharapkanmu sampai saat ini, tak berkurang sedikitpun. Kau pun heran dengan apa yang kualami, dan bertanya bagaimana bisa, apakah perasaan itu masih ada?. Jangankan kau, aku sendiri pemilik perasaan ini, masih belum bisa pahami. Andai aku tahu kenapa, andai aku bisa mencegah dan andai aku bisa hilangkan semua perasaan ini, pasti kulakukan. Semua ini diluar kendaliku. Rasa suka ini masih sama besar, tebal, pekatnya atau apapun itu. Tiada yang bisa kurubah dari perasaan ini.

Dipercakapan itu,

Kau berterimakasih atas semua perasaan dan kejujuranku. -- Untuk apa? Perasaan dan kejujuran ini tak ada untungnya sedikitpun untukmu.

Kau katakan kau belum dapat mengatakan iya atau tidak saat ini. -- Ini hanya bentuk ketidakenakanmu saja kan (?).

Kau tanyakan aku masih sendirikah? --  Kau kira aku main-main. Aku tidak mungkin bersama oranglain kalau perasaan ini masih kau tuannya.

Kau bilang, kalau tidak cepat  move-on bagaimana mau dapat jodoh?.  -- Santun sekali caramu mengusir. Kau tidak menginginkan aku, kau mengharapkan oranglainlah yang bersamaku.

Sejak percakapan ini, aku sering bergeming.  Hancur rasanya. Iya, aku sudah hancur dari dulu. Tapi ini, semakin. Aku tidak butuh obat atau pil. Aku sudah merasa dipenuhi obat-obatan. Rasa sakitnya luar biasa___